Selasa, 26 April 2011

AKU DAN KEPEDULIANKU (Reka Hijau-Hitam)

Detik demi detik, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun pun t’lah aku lewati dengan baju kusut si hijau hitamku ini. Tak peduli betapa kotornya baju yang ku kenakan ini. Bahkan selama aku memakainya, tak pernah sekali pun aku mencuci baju kebanggaan ku ini. Biar kata orang bau, biar kata orang penampilanku kuli, aku tak peduli! Biar semua orang bilang jijik, biar kata orang aku mirip gembel, bahkan aku semakin tak peduli lagi!! Tak ada urusan aku dengan semua itu, bahkan aku semakin tak peduli lagi ketika orang berkata bahwa itu juga adalah urusan kita bersama… aku tetap bilang nggak ada urusan dengan semua itu, karena mereka tak sedikitpun mengerti mengapa aku tak melepaskan baju kotor yang slalu kupakai ini.

Biarpun mereka mengiming-imingi untuk membelikanku baju yang lebih indah dan berbahan sutra, aku makin tak peduli lagi… semua itu hanya omong kosong, bulsheet belaka, bahkan aku makin tak peduli lagi dengan semua itu. Aku pikir tak ada yang lebih penting dalam tubuhku ini ketika aku memakai baju hijau hitamku satu-satunya ini. Aku lebih suka memakai baju ini tanpa harus mencucinya, mencucinya sama halnya dengan mencuci semua kenangan-kenangan yang pernah aku lintasi dengan berbaju hijau hitam ini. Dulu, ketika aku pertamakali memakainya, aku tersungkur dalam kubangan lumpur yang membuat rupaku tak nampak manusia, bahkan sempat pula aku menangis pilu karenanya, meski tubuhku sakit dan mulutku semakin mengoceh tak terhenti, aku tak sedikit pun peduli!!! Karena yang menuntun tujuanku adalah kaki ku sendiri, tak ada urusan sedikitpun dengan mulutku sendiri, mulutku hanya menghambat lajuku dan membuat pikiranku mengulang-ulang pemikiran tanpa makna yang real. Aku tak peduli dengan semua itu, tapi inilah kenangan pertamaku dengan baju ini. Lalu, sesampainya di rumah, aku pulang dengan suasana senang meski orang-orang melihatku dengan rasa jijik, bahkan aku juga tak peduli ketika orang-orang rumah memintaku membersihkan baju yang melekat dalam tubuhku ini, meski kata mereka bau, meski kata mereka kotor, meski apapun yang mereka katakan, aku makin tak peduli lagi dengan ocehan mereka semua. Namun, aku akan tetap membersihkan tubuhku tanpa harus mencuci baju yang kotor karena lumpur tadi.

Bukan karena aku malas, bukan karena mood ku hilang, aku hanya tak ingin menghapus kotoran yang semakin membuatku mengerti tentang hal yang membuatku semakin berarti, sampai kapanpun aku takkan pernah peduli ketika orang-orang di sekelilingku menyuruhku menggantinya, sekali aku bilang tak peduli, aku akan tetap bilang tidak. Dan sampai saat ini, sisa-sisa kotoran itu pun masih melekat pekat dalam setiap sisi baju hijau hitam ini. Sempat pula aku mengeringkan kotorannya dengan lidah ku sendiri, biar kumakan sendiri kotoran itu dalam perutku, meskipun itu akan menghancurkan system pencernaanku sendiri, aku takkan peduli dengan mulutku yang selalu membeo. Aku tak peduli, karena perutku saja tak peduli. Bahkan isi dalam peruku tak pernah peduli pada kondisi tubuhku sendiri, yang terpenting baginya adalah ada sebuah zat yang masuk dan mengakhiri sebuah mekanisme proses yang dilaluinya, entah itu proses ekstrim atau apa, aku makin tak peduli. Dan sampai saat ini aku masih tetap tak peduli akan semua itu. Namun, aku akan mulai peduli ketika tubuhku sendiri yang mulai meronta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar